Catatan Kaki

Jumat, 21 Desember 2012

Putaran Masa untuk Bapak

Ketika tangannya menyelaraskan letak si tinggi dan si pendek. Berputar arah tujuan, dari tempatnya yang semula ke tempat yang lebih baik. Tidak! Yang lebih tepat. Setiap malam yang berulang seperti itu. Bapak duduk di singgasananya. Dalam istananya yang sunyi, serta bocor.
      Dia menghadiahkan jam tangan lamanya lagi kepadaku.
  "But I can't speed up a time."
 (Patience-by: Gun n' Roses)

Rabu, 05 Desember 2012

Komunitas Anak Nyasar: Sedikit Resensi : Bidadari Bidadari Surga Tere-Liy...

Komunitas Anak Nyasar: Sedikit Resensi : Bidadari Bidadari Surga Tere-Liy...: KEPAKAN SAYAP BIDADARI BIDADARI SURGA Judul Buku                : Bidadari-Bidadari Surga             Pengarang                 : ...

Rabu, 21 November 2012

Bidadari itu

aku rindu pada seorang wanita yang tak pernah kutemui tak pernah kucumbu tak pernah sedikit pun seberkas senyumnya kujemput tak juga dirinya kurayu dalam haru birunya cinta palsu

engkaukah bidadari itu?
sumber: http://kalamku.wordpress.com/2010/03/09/wanita-shalehah-adalah-ratunya-para-bidadari-surga/

Selasa, 20 November 2012

Politik Busuk

katanya politik itu busuk. Ya, yang busuk itu tak sedap dinikmati; yang busuk dijauhi; baunya bisa menebar ke mana-mana; tercium oleh siapa saja yang berada di sekitarnya; dan menempel pada baju; pada tangan yang menyentuhnya; kemudian harus ditutupi; dicuci atau dikubur....

Senin, 19 November 2012

Dunia Kertas

jika tuhan tahu aku malu
kutahu hanya masa lalu
mimpi-mimpi
sumber foto: http://ser-bu.blogspot.com/2012/06/puisi-rangga-saputra.html
masa depanku masa tak kutahu

siang menjadi abu; malam menjadi ratu
pena kering menyayat dunia kertas
tinta akal banjiri pikiran
meluap hingga kalbu

Minggu, 18 November 2012

Susah-Mudah

tak mudah
menepis arah
sudah
susah
setiap ada dicipta tiada
resah lelah
sumpah

Jumat, 16 November 2012

Agen Neptunus

kumasuki alam imajinasi
temani mimpi
kulukis wajah-wajah, peri
saat hujan memberinya arti, jiwa
tentang seseorang dalam misteri hati
kutulis saja dengan kata, rasa

lembar demi lembar ini
kubuat perahu
saat realita mencariku...
perahu kertas ini melaju
melepas apa yang terbatas
semoga neptunus puas
samudera luas

GangNam Tidak Populer di Japan?

Siapa yang tak kenal dengan gerakannya? Baru-baru ini salah seorang penyanyi rapper asal Korea telah menggebrak panggung hiburan di seluruh dunia. Sebetulnya, yang membuat menarik di mata kita atau para penontonnya yaitu gerakan yang diperkenalkannya. Gerakan ini lah yang mempunyai style ala penunggang kuda. Dia menyebutnya dengan “Gangnam Style”.
sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Gangnam_Style

      Kepopuleran tarian ala Psy yang memperkenalkan tarian ini melalui media sosial atau internet mampu menarik minat para penontonnya untuk ikut serta memainkan gerakan-gerakan tarian yang dilakukannya. Contohnya, di Indonesia. Namun, ada hal yang menarik untuk kita simak dalam pemberitaan media massa online baru-baru ini. Media massa Kompas.commemberitakan bahwa ternyata tarian ini tidak terlalu populer di negara Jepang. Mengapa bisa demikian? Padahal menurut pemberitaannya, musik populer korea atau yang lebih dikenal dengan K-Pop cukup dinikmati di negara sakura tersebut. Lanjutkan....


Selasa, 23 Oktober 2012

Sastra dan Tawuran Siswa?

sumber foto: rimanews.com

Guru Besar Emeritus Universitas Kent di Inggris ini dalam tulisannya mengemukakan bahwa pengajaran sastra merupakan pengajaran paling tepat untuk mengajarkan rasa perikemanusiaan.
Adakah pertanyaan Anda tentang judul di atas? Ya. Seolah kita (pembaca) hendak mencari hubungannya antara sastra dan tawuran siswa—yang baru-baru ini lihat selengkapnya>>


Sumber: http://id.shvoong.com/portfolio/myprofile/#ixzz2ABjTowvb

Selasa, 10 Juli 2012

Pengacara Lasut



Pengacara lasut. Setiap datang ke rumahku hanya bisa membuka acara selamat datang dan mengakhirinya dengan kata semoga. Sengketa yang sudah hampir dua tahun belum juga berakhir dengan kata selamat. Jika tidak, keluarga kami melarat. Sempat tak sempat sesaji pun tersaji di depannya. Komat-kamit di depan kami, mempertunjukkan pusakanya yang menempel ke telinga. “Hallo… ya… bagaimana? Oh… iya… kalo begitu…,” seolah menjadi mantra. Wassalam.
Tuntut saling tuntut, Pak, di sini mah.
Hingga tak ada buntut. Dan kami pun terkentut-kentut.
Tat… tit… tut…. “Hallo… ya… bagaimana? Oh… iya… kalo begitu…,” seolah menjadi mantra. Wassalam. 

Kepergian orang itu seperti malam yang tenang. Sunyi, dingin, dan kelam. Mimpi itu kemungkinan salah dia gantungkan, setinggi langit. Mimpinya kemungkinan salah untuk masuk dalam dunianya. Namun, setiap malam mimpi itu selalu mengetuk pintu hatinya dan mulai bertamu. Dalam terang rembulan malam mereka seolah sedang berdiskusi. Yang didengar oleh waktu Indonesia barat. Ketika para penghuni-penghuni seperti dirinya sedang menunggu gol-gol yang diidam-idamkan dari tim yang mereka bela. Tengah malam di petak-petak kontrakan yang mereka sewa.
       “GOL…!” serempak suara gaduh terdengar dari kamar sebelah. Di balik bilik kamar yang terpisah, dia mengisi cangkir kalengnya lagi. Saat itu pula, dia mengosongkan pikiran. Dan sesaat mimpi itu sudah mulai memanasi suasana diskusi yang tak mungkin selesai. Sampai dia menyuruhnya pulang. Dan kebetulan dingin pun menjemputnya.  Kemudian, dia menutup semua ‘pintu’  dengan selimutnya yang tipis....

Sabtu, 31 Maret 2012

"Bangun tidur... tidur lagi.... Bangun tidur... tidur lagi.... Bangun...! Tidur lagi...."  
(Lirik: Mbah Surip)

      Penggalan lirik lagu di atas seolah tak asing di telinga pendengar musik di tahun-tahun yang lalu. Lantunan lagu ini begitu populer ketika itu. Kreativitas Mbah Surip sengaja mengangkat "tidur" dalam musiknya waktu itu mungkin beralasan. Baik alasan pribadi ataupun yang lain. Nah, Mbah Surip (Alm.) mungkin lebih tahu soal tidur dan mungkin lebih lelap dari kita. Namun, apakah si Mbah pernah pernah mengalami gangguan tidur seperti yang disebutkan di sini, ya?

      Dalam sebuah artikel Media Indonesia.com (Pahami Tujuh Ragam Gangguan Tidurtertanggal 5 Maret 2012 lalu dipaparkan beberapa gangguan masalah tidur, dengan tujuan agar orang yang mengalami gangguan pada tidurnya bisa lebih mengenal dan memahami kriteria gangguannya. Ternyata, para ahli di bidang medis tidak hanya menggolongkan gangguan tidur dengan yang disebut "insomnia" saja. Ada beberapa gangguan tidur yang lain perlu kita ketahui juga, di antaranya: di sini>>







Minggu, 18 Maret 2012

Android

"Membedah Malware Pada Android" di dalamnya dikabarkan bahwa menurut laporan yang didapatkannya ternyata ada sekitar 472% peningkatan malware pada Juli 2011 yang lalu.
Lalu, apa itu Android dan tips menghidari malware?
Selengkapnya...

Sabtu, 17 Maret 2012

"The Art of Getting by" (Review)


Seorang introver harus berjuang menghadapi kehidupannya. Hidup dengan kesendiriannya membuat dia menjauhi dunia luar. Karakter George Zinavoy ialah seorang anak sekolah tingkat menengah atas yang 'tanpa masa depan', pengharapan, dan rutinitas kebanyakan orang. Dunia ini hanyalah sebuah ilusi baginya, setelah dia memercayai itu semua dari apa yang dibacanya ketika kecil. Dunia seni (lukis) menjadi teman kesendiriannya sekaligus dari menghadapi pergumulan batinnya. Antara 'keanehan'-nya, orangtua, dan proses studinya merupakan perpaduan jalinan konflik dalam film ini. Dibalut dengan kekuatan asmara terhadap Sally (teman sesekolahnya), George harus lebih berani dalam menghadapi kenyataan yang ada walau tidak menyenangkan hatinya. Pengungkapan kejujuran yang dilakukan George adalah kunci bahwa dia mampu merepresentasikan tentang siapa dirinya itu, di tengah lingkungan sosialnya.
      Karakter Goerge Zinavoy ini diperankan oleh aktor yang biasa membintangi film bergenre drama sejak masih cilik, yaitu Freddie Highmore. Freddie di sini harus beradu akting dengan Emma Roberts (Sally), sebagai orang yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya juga harus mengisi ruang hatinya. Akhirnya dalam film ini, George harus berjuang dan memilih jalan keluar bersama idealismenya itu untuk menyelesaikan konflik yang cukup rumit dalam kehidupannya ini. Terutama, masalah cintanya kepada Sally.
      Film yang berdurasi kurang lebih satu jam setengah ini diproduksi oleh Fox Searchlight Pictures di tahun 2011 yang lalu. Gavin Wiesen adalah sutradara sekaligus penulis film bergenre drama (kehidupan) remaja ini. Akting Freddie di sini tidak kalah menariknya dengan film-film yang telah dibintanginya, seperti August Rush.  








Senin, 12 Maret 2012

Mendikbud Perintahkan Berantas Segala Pungutan Liar

Mendikbud Perintahkan Berantas Segala Pungutan Liar
Yang selalu menjadi pertanyaan saya, mengapa selalu saja ada pungutan? Kapan segala macam pungutan harus berhenti dilakukan. Terkadang saya pun berpikir, mengapa biaya pendidikan setiap tahun harus berubah (naik)? Ironisnya, bagi para mahasiswa yang melakukan studinya di luar kota harus berspekulasi dengan kenaikan harga tempat tinggal sementara. Aduuuh.... belum lagi jika kenaikan BBM direalisasikan."Naik-naik ke puncak gunung" deh bro .

Rabu, 07 Maret 2012

Sejumlah Artis Dukung Konser Slank

Sejumlah Artis Dukung Konser Slank dalam rangka konsernya I Slank U nanti. Semoga tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan...nantinya.
Salam P.L.U.R!

Wayang Kembali Terbang

Siapa yang tak mengenal wayang? Mungkin ada yang tak mengenalnya sekarang di tanah air ini? Ya, wayang dijabarkan dalam KBBI sebagai boneka tiruan untuk memerankan tokoh di dalam pertunjukkannya. Sebagian bergantung dari bahan boneka tiruan itu, wayang pun diklasifikasikan menjadi beberapa jenis: wayang kulit dan wayang golek (kayu; Jawa Barat). Dahulu keberadaan seni pertunjukkan ini sangat digemari dan merupakan kebudayaan yang tinggi nilainya di tengah masyarakat nusantara (Indonesia).
      Sekarang, masihkah ada yang mengenal wayang dan jenisnya? Ya, di sinilah sebuah pembahasan tentang eksistensi budaya kita ini perlu mendapat apresiasi dan sambutan dari masyarakat bangsa ini.
        Pada halaman pertama koran Kompas tertanggal 26 Februari 2012 yang lalu, media ini berusaha menyajikan pemberitaan yang menarik tentang bentuk kebudayaan wayang kita itu. Intinya, media ini memaparkan bagaimana keberlangsungan salah satu bentuk wayang kita yang disebut wayang wong (orang) berusaha tampil kembali di tengah hiruk-pikuk budaya populer di tanah air. Walaupun wayang lambat-laun memasuki keuzurannya, namun dengan tindakan dan sikap semangat regenerasi budaya ini oleh pewarisnya dapat saja eksistensinya kembali bersinar di tengah masyarakat saat ini. Khususnya generasi muda kita yang dipaparkan dalam pemberitaan itu. Dengan melakukan pengadaptasian yang apik oleh para penggiatnya (seperti dalam pemberitaan Kompas hari itu) menurut saya kemungkinan wayang kita masih bisa terbang layaknya Superman atau Ironman. (lihat selengkapnya)

Sabtu, 03 Maret 2012

Potret Anak-Anak Indonesia

Sebuah media asing kemarin-kemarin ramai menyorot hal seperti ini Indonesian J(z)one. Di saat media lokal sedang sibuk mencari berita korupsi. Hehehe....
Wah, pengalaman sekolah yang tidak akan terlupakan.

Kamis, 01 Maret 2012

Sayembara Menulis Novel?

Beberapa hari ini saya mendapat kabar tentang lomba ini lagi; Sayembara Menulis Novel. Seperti tahun lalu, hal ini menjadi sesuatu hal yang ditunggu-tunggu oleh saya. Namun, momen seperti ini kemungkinan akan saya lewatkan kembali. Beberapa kemungkinan harus saya pikirkan dahulu. Apalagi kalau bukan naskahnya. Hehehe.... Anda punya pengalaman? Pengalaman... hmmm... setidaknya saya punya pengalaman gagal saja. Sebenarnya hadiahnya itu yang menggiurkan. Hehehe.... ;) 

Selasa, 28 Februari 2012

La Vita la Vespa


VITA hampir setiap hari berjalan ke sekolahnya. Datang enggak dijemput, pulang enggak diantar. Kayak jalangkung kali. Ya. Jarak dari rumah ke sekolah memang cukup dekat. Kendaraan yang paling asyik untuk sampai di sekolah pikirnya adalah sepeda. Tapi, sepeda yang ada di rumah sudah enggak muat (mana muat, dong! Sepeda balita, sih). Jadi, salah satu alternative lainnya adalah dengan berjalan kaki. Selain baik untuk kesehatan, ternyata jalan kaki dari rumahnya cukup pegal juga. Hehehe.... Dan naik angkot jauh-dekat tetap saja bayar, Neng.
            Hah.... pulang enggak ada yang jemput, berangkat enggak pernah dianterin. Coba aja kalo tiap hari ada seseorang yang aku kenal ketika pulang sekolah. Dan kebetulan dia satu arah pulangnya. Enggak perlu repot-repot pijitin kaki di rumah, rutuknya kesal.
Treeeng... terengteng... teng... teng....
Tampak genangan air di jalan. Terdengar deru mesin ribut dari belakang.
Srooottt....
            Aaah...! Aduh kurang ajar banget tuh mo..., “Eh, lucuuu.... Hei!”
            Musim hujan memang belumlah lewat. Selalu saja jalanan penuh dengan genangan air di mana-mana. Padahal, Vita dari tadi berhati-hati untuk tidak menginjak genangan air yang menghadang perjalanannya. Namun kini, dengan perasaan dongkol plus sedikit emosi kepada pengendara yang enggak punya perasaan itu, Vita harus menerima genangan air itu melompat ke baju, celana, dan sepatunya. Basah.
            Padahal, hari ini hari Senin. Seragam yang baru dipakainya sudah harus masuk keranjang cuci lagi. Vita yang manis itu jadi bau amis sekarang.
            “Hmmm... dasar orang sekarang kalo pake motor enggak pake aturan. Ugal-ugalan lah. Enggak liat apa kalo ada genangan air di situ tadi,” gerutunya saat tiba di rumah.
            “Kenapa? Pulang bukannya bilang salam, malah...,” sambut mamanya heran melihat lagak anak perempuannya.
            “Itu, Ma. Enggak, deh, enggak penting.... Hari ini apes banget, Ma,” balas dewi sambil melangkah masuk ke ruang tengah. Melewati mamanya. Lalu, pergi ke kamarnya di atas.
            “Hus... enggak baik bicara begitu. Tuh, bajumu kenapa sampe kotor dan basah? Enggak mungkin kalo kehujanan,” lanjut mamanya.
            Foto-foto, gambar-gambar, dan berbagai macam hiasan yang terpajang di kamar Vita terlihat unik-unik. Sebagian ada juga yang tampak antik. Barang yang terbuat dari kaca, yang terbuat dari kayu, dan terbuat tanah liat hinggap dan menclok di setiap sudut kamar. Karyanya dan karya orang lain tampak serasi menyatu dalam ruangan itu.
            Ada beberapa kenangan yang tampak dalam foto-foto itu di kamarnya. Ada foto dirinya saat berusia 10 tahun sedang duduk bersama laki-laki dewasa yang terlihat gagah. Vita tampak sedang tertawa dan sepertinya enggak mau duduk. Sembari berdiri di atas jok belakang sebuah motor, dia tampak usil menutupi mata laki-laki dewasa itu dengan kedua telapak tangannya yang mungil. Pada bingkai foto yang lain, di sebelahnya, Vita duduk di jok depan motor yang sama sambil memegangi setang kemudinya. Tersenyum manis sekali. Dia masih ingat siapa yang memegang kamera waktu itu. Ayahnya.
            Vita masih menatap foto itu beberapa saat, sebelum mamanya tiba-tiba berada di sampingnya. Bingkai foto kenangan bersama ayahnya itu pun diletakkannya di atas meja belajar.
            “Makan dulu, yuk,” ajaknya.
            “Eh, Ma. Motor Ayah ke mana, ya? Oh iya di Om Beni, kan?”

***
Jo mematut dirinya di depan cermin. Membetulkan sedikit lipatan kerahnya. Menyisir rapi rambutnya. Lalu, mulai mengambil langkah keluar dari kamarnya.  Eh... dia mundur lagi. Manyun-manyun sedikit di depan cermin, lalu tiba-tiba tersenyum lebar-lebar. Padahal, jam di dinding sudah pengin menjitak kepalanya. Jam menunjukkan pukul 06.40.
            “Cepetan, Jo! Sarapan dulu,” seru mamanya dari ruang makan. Lalu, mengambil piring kotor dan merapikan meja makan bekas sarapan Ayahnya, yang sudah berangkat ke kantor.
            Jo keluar kamar. Berlari menuju pintu belakang, lalu sampai di garasi rumahnya. Sebuah motor Vespa seolah sudah menungguinya di situ. Kemudian, dia menginjak pedal starter motor vespa itu. Dua sampai tiga kali pedal starter itu diinjaknya dengan susah payah, masih juga deru mesinnya belum terdengar.
            “Aduh... Vebi, ayo dong! Udah telat, nih,” gerutu Jo pada Vespa birunya. Dia menarik napas sejenak, lalu menginjak pedal starter itu sekali lagi.
Teng... terengteng... teng... teng... teng....
Akhirnya, motor Vespa yang dipanggilnya Vebi itu menderu dan suaranya membuat burung peliharaan tetangganya kaget. Sembari menunggu mesin motornya panas, dia mengambil helm-nya yang tertinggal di dalam. Lalu, menunggangi kuda besinya itu menuju sekolah. Karena Vespa itu berwarna biru, Jo menyebutnya dengan sebutan ‘Vebi’, alias ‘Vespa biruku’.
“JO... SARAPAN DULU!”
“MAAF, MA. KESIANGAN, NIH!” serunya sembari menarik tuas gas. Vespa birunya pun melaju. Melesat secepat ulat. Hehehe... maklum motor tua.
Sementara itu, Vita sudah menempuh setengah perjalanan menuju sekolah tercintanya dengan berjalan kaki. Napasnya keluar-masuk dengan cepat. Rupanya, dia juga takut datang terlambat. Tampaklah Vita yang berjalan kaki seperti atlet jalan cepat. Satu-dua, satu-dua....
Beberapa langkah lagi dia menuju finish. Gerbang sekolah itu sudah tampak di depan matanya. Tiba-tiba, Jo melewatinya.
Huh... itu dia motor tua yang kemaren lewat sambil nyiram segala. Enggak salah lagi vespa itu, batinya. Vespa biru itu berhenti enggak jauh dari pandangannya. Suara ribut deru mesinnya berhenti begitu saja. Langkah Vita pun mulai mendekatinya.
Dia mengamat-amati motor itu. Sebenarnya, dia sedikit tertarik pada vespa itu saat pertama kali melihatnya. Lucu dan antik. Sama seperti yang dimiliki ayahnya dulu. Saat itu pula, Jo dilihatnya sedang jongkok di depan kap mesin motornya. Mencoba mengutak-atik sedikit mesinnya yang tiba-tiba mogok.
Hahaha... motornya mogok, nih. Emang enak, umpat Vita.
“Eh, motor yang gini beli berapa, sih?” tanya pita sedikit usil.
“Sori enggak dijual, Neng,” jawab Jo tanpa melirik dan sibuk mengutak-atik.
“Idih, jutek banget. Siapa lagi yang mau bel...,” balas Vita.
“Udah, deh, motor ini emang enggak bakalan kujual,” potongnya.
Jo berdiri untuk menginjak pedal starter vespanya. Lagi dan lagi. Mencoba menghidupkan mesinnya. Sekali lagi dan lagi. Tetap saja enggak ada tanda-tanda kehidupan. Injak lagi.... Cape, deh.
Sial, rutuknya.
“Pantesan aja enggak dijual. Pajangan doang, tuh?” kata Vita.
“Eh tolongin, dong. Batuin dorong sampe depan gerbang sekolah deh, ya,” pinta Jo tiba-tiba.
Ih, kurang ajar banget orang ini nyuruh-nyuruh... kenal aja enggak. Tapi....

sumber: http://redhillgallery.com.au/DanMason.html
***
Tet... tet... tet....
            Memang, waktu terkadang terasa begitu cepat berlalu. Secepat siswa-siswi kelas 10 sampai kelas 11 keluar dari kelasnya masing-masing untuk menikmati istirahatnya di rumah. Hah....
            Saat itu, Vita berdiri di depan gerbang sekolah. Seseorang yang ditungguinya belum juga muncul. Jo alias Jonathan Saputra yang baru saja dikenalnya tadi pagi belum menampakkan batang hidungnya. Padahal, Jo hari ini akan mengantarkannya pulang sebagai rasa terima kasih berkat pertolongannya tadi pagi. Bukan hanya itu saja, Jonathan Saputra pengin menebus kesalahan atas ‘tragedi genangan air muncrat’ yang menimpa cewek yang sedang berdiri menunggu itu. Dan di sinilah hari kebutulan dan keberuntungan Vita Permana.
            Dengan Vespa birunya, Jo menghampiri Vita.
            “Ayo, naik.”
            Vita pun duduk manis di jok belakang. Tersenyum-senyum sendiri. Vespa biru itu melaju bagai perahu. Mengantarkan Vita ke tempat yang dituju. Dia jadi terharu mengingat-ingat dulu.... Kenangan itu... tapi tunggu!
“Kok, agak ada yang bau-bau gini, sih,” katanya dari belakang.
“Hehehe... kayaknya aku, deh. Aku enggak mandi tadi pagi. Maklum takut kesiangan, hehehe...,” akui Jo dari depan kemudi yang katanya enggak mandi pagi. Idiiih.... Vita jadi menutup hidungnya sejenak.
Sesampainya di rumah, Vita yang menjadi sangat berterima kasih kepada Jo karena telah mengatarkannya pulang. Tapi, ada yang lebih dari itu. Kemudian, dia berusaha menceritakan semua tentang perasaannya ini kepada Jonathan. Bagi Vita, naik Vespa birunya lah yang paling berkesan. Saat diboncenginya, dia seolah kembali ke masa lalu bersama ayahnya, sebelum beliau meninggal.
Hari ke hari, mamanya tahu soal Jonathan dan Vespa biru itu. Setelah Ayahnya meninggal, Om Beni telah menyimpan dan memelihara motor kesayangan ayahnya itu. Beliau adalah karib ayahnya sejak kecil. Dan nama Jonathan sepertinya tidak asing lagi di telinga mamanya. Dia putra Om Beni. Mamanya mengingat itu dan bercerita kepada Vita.   
            Kini, Vita menikmati perjalanan barunya. Diantar-jemput dengan naik vespa biru, walau terkadang sang pengemudinya sedikit bau.
            “Lain kali mandi, dong, Jo.”
            “Oke, deh, la Vita la Vespa!” seru Jo dari depan dengan bergaya logat italia.
Pagi itu seolah tampak cerah melihat keceriaan mereka berdua menikmati perjalanannya menggunakan Vespa.

***

        

Kamis, 16 Februari 2012

GAGAK LUMAYUNG

Sepi…
pertumpahan darah
di mana `kan kubunuh sepi itu
hingga tiada lagi perang tak berarti, mengosongkan tanah suatu negeri kemudian diisi sepi
tak ingin lagi urat nadi kesombongan
mengurat erat menyetubuhi kekuasaanku

kau dengar jeritan-jeritan nafsu kekuasaan
melilit sakit dalam kesaktian
Dengar Prabu!
detak jantungku layak dentuman meriam
Dengar Prabu!
sepi memulai perang batin ini

Gagak terbang saat lembayung jiwa
ke timur menyandang gelar, menyambut lawan
akhiri perang dari segala perang yang ada

dia kembali jadi manusia mati yang tinggalkan nama
Keyan Santang, Garantang Sentra, Gagak Lumayung
sang Prabu mati tinggalkan belang
di belantara
mitos mati tinggalkan sepi
dunia ini