Kepergian orang itu seperti malam yang tenang. Sunyi,
dingin, dan kelam. Mimpi itu kemungkinan salah dia gantungkan, setinggi langit.
Mimpinya kemungkinan salah untuk masuk dalam dunianya. Namun, setiap malam
mimpi itu selalu mengetuk pintu hatinya dan mulai bertamu. Dalam terang
rembulan malam mereka seolah sedang berdiskusi. Yang didengar oleh waktu
Indonesia barat. Ketika para penghuni-penghuni seperti dirinya sedang menunggu
gol-gol yang diidam-idamkan dari tim yang mereka bela. Tengah malam di petak-petak
kontrakan yang mereka sewa.
“GOL…!” serempak suara gaduh
terdengar dari kamar sebelah. Di balik bilik kamar yang terpisah, dia mengisi
cangkir kalengnya lagi. Saat itu pula, dia mengosongkan pikiran. Dan sesaat
mimpi itu sudah mulai memanasi suasana diskusi yang tak mungkin selesai. Sampai
dia menyuruhnya pulang. Dan kebetulan dingin pun menjemputnya. Kemudian, dia menutup semua ‘pintu’ dengan selimutnya yang tipis....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar